Selasa, 28 Agustus 2018

Cinta Tak Berending


CINTA TAK BERENDING
Ketika aku masih kecil,aku selalu membawamu dalam kisahku,menjadikanmu peran utama dalam setiap dongengku,sampai tanpa sadar ketika aku tumbuh dewasa.aku mulai berani menatapmu dari jauh dengan penuh harapan suatu saat nanti bisa bersanding dihadapan orang banyak.
Namun ada beberapa hal yang masih belum bisa kulakukan,aku masih belum berani menatap wajahmu dari dekat dan aku masih belum berani mengatakan isi hatiku ,aku takut terlalu larut dan membuatku lupa pada posisiku.
Waktu terus berjalan dan aku masih terus diam pada rasaku,entah kapan rasa ini akan berhenti walau sudah kusaksikan dia mencintai orang lain,aku masih tetap kokoh mempertahankan rasaku.
Benteng yang membatasi hatiku runtuh,terkadang fikiran harus mengalah pada hati,ketika aku melihat dia disakiti hatikupun ikut terluka sehingga aku berusaha membuatnya tetap baik baik saja,mulut ingin mengungkap bahwa aku mencintainya,tapi tidak.aku tidak segegabah itu,melihatnya tersenyum sudah cukup untukku walau cintaku kukorbankan walau rasaku kuabaikan semua itu kulakukan karena aku ingin mengobrol dengan tenang bersamamu tanpa takut ada kecanggungan,cukup aku yang merasa demikian,kamu tidak perlu membalas rasaku,Allah ciptakan rasa cinta dihati setiap hamba-Nya jadi tidak ada yang salah,ketika aku mencintaimu tapi kau mencintainya,itu sah sah saja karena semua orang berhak jatuh cinta kepada siapapun.
Rasaku sama seperti mereka,hanya cara penyampaianku berbeda,dan inipun sah sah saja karena semua orang berhak mengekspresikan sendiri kisah cintanya.
Sempat berfikir bahwa kau juga mencintaiku karena perhatianmu padaku ,namun aku sadar bahwa minyak tidak akan pernah bersatu dengan air,aku sadar akan posisiku,walau mungkin makanan favorit kita sama,hewan yang tidak kita sukai sama dan buah yang tidak kita suka pun sama,tapi posisiku dan kamu berbeda,tapi percayalah wanita pilihanmu akan jauh lebih baik daripada aku.
Aku hanya siupik abu yang bermimpi menjadi cinderella,dan kau hanya tokoh dalam kisah kecilku,tidak lebih kau hanya bagian cinta yang ditumbuhkan Allah pada hatiku.
“jihan...” saut risti mengejutkanku
“ih risti,terkejut aku”
“lagian sore sore gini ngelamun”ucap risti
“Lihat deh kesana sunsetnya baguskan,aku lagi nikmatin itu tau” ujar ku sedikit mengalihkan pembicaraan
“Nikmatin sunset apa nikmatin nostalgia han??”ledek risti
“Apaan sih ris,nikmatin nostalgia sama siapa coba” ujarku tegas
“oh iya lupa jihankan takut sama cowo” ledek risti lagi
“Apaan sih risti ngeledek mulu ih” akupun bergegas bangun dan meninggalkan risti
“Han tungguin aku ih” teriak risti
Kamipun pulang,sejauh pertemanan kami,risti tidak pernah mengetahui rasaku pada riski.
Hari ini tanpa sengaja aku bertemu riski,seperti biasa dia melempar lelucon padaku,aku selalu bersikap biasa saja,namun hari ini dia sangat berbeda,setiap lelucon yang dia lontarkan semuanya menyudutkan perasaanku,sampai ketika malam tiba dia meminta bertemu,sempat kutolak,namun dia datang kerumah,karena memang rumah kita berdekatan.
“Han,ada yang mau aku omongin sama kamu” ucap riski
“Mau ngomong apa ki?” ucapku grogi
“aku mau jujur tapi kamu jangan marah yah,sebenernya aku mulai nyaman sama kamu,aku mau kamu jadi bagian dari kisahku han” ujar riski
“kamu bercanda ya ki,gak lucu tau”ujarku tegas
“Aku beneran han”ucap riski menegaskan
Malam itu riski mengungkapkan perasaannya dan tanpa sadar aku mengiyakannya dan saat itu pula aku lupa pada posisiku.
Hari semakin berlalu tapi riski malah menyakitiku dengan membagi perasaannya.
Aku menangis,bukan karena takut kehilangan.tapi aku menangis karna aku mengambil keputusan yang salah,cinta yang seharusnya masih tersimpan rapih yang hanya aku dan Allah yang tau kini riskipun tau semuanya tentang rasaku,dan akhirnya seperti ini,kisah masa kecilku hancur seketika,tidak kubawa lagi dirinya dalam dongengku karna aku tau kisahku bukan kisahnya,dan kisahnya bukan kisahku.
Kututup halaman tentangnya.aku tau seperti ini cara Allah melayukan cinta yang tidak seharusnya tumbuh.
Kubuka lembaran baru,dan riski pun menemukan perempuan yang dia cintai.
Meskipun begitu,aku dan riski masih bersahabat baik,namun itu justru menjadi penghalang bagi cintanya Aku sadar bahwa pertemananku dengan riski memang harus ada batasan.sedikit demi sedikit aku mulai menjauh.
“han,kamu kemana aja akhir akhir ini kamu jarang aktif dimedia sosial dan jarang keliatan juga dirumah” ujar riski
“Ada saatnya kita harus berani melepaskan ki,seharusnya rasaku masih teraimpan rapih dihati tapi kecerobohanku merusak semuanya,hari ini biar kita menjalani hidup kita masing masing kamu bahagiakan orang yang kamu cintai,dan aku berusaha buat jadi yang terbaik untuk pasanganku” ujarku dengan wajah tertunduk
“maafin aku han,baiklah kalau itu mau kamu,tapi apa harus kita gak temenan?” ujar riski
“pertemanan antara laki laki dan perempuan memang harus ada batasnya ki,mungkin kitapun harus seperti itu”
Akupun pergi dan membawa cinta yang tak berending,namun tenang saja kubuka halaman baru tentangku,tentang kisah cintaku dan bisajadi ada kamu lagi yang mampir dihalaman baru itu,semua sudah diatur oleh Allah swt,aku hanya berencana namun Allah yang menentukan.

Gadingan,28/08/2018
Ruesih


Kamis, 02 Agustus 2018

Ajari Aku Untuk Ikhlas

               
Suara kokok ayam sudah terdengar nyaring ditelinga,segera kubuka mataku namun rasa dingin membuatku ingin menutup mata kembali tapi kuurungkan setelah kudengar adzan berkumandang,segera kulaksanakan kewajibanku dan melawan rasa dingin yang menerpa tubuh ini.
Ingin rasanya tidur kembali tapi tak tega ketika kulihat ibu sudah bertempur didapur,aku memang bukan anak baik tapi bukan berarti aku malas,apalagi melawan orang tua karna aku mempercayai syurga masih ada pada telapak kaki ibu.
Pagi ini aku ingin pergi namun seperti biasa ayah melarangku,dia selalu berkata bahwa feelingnya tidak enak,mau tidak mau kubatalkan semua janji dengan temanku.
Bosan,jenuh tidak pernah luput dari hidupku ingin rasanya bebas tapi tak bisa kulakukan,ingin rasanya pergi sesuka hati tapi tidak bisa juga kulakukan.
Hanya kamar dan lingkungan rumahku saja yang jadi objek memuaskan hati,terkurung dalam sepi karna semua sahabatku sibuk dengan urusannya masing masing.
“Ca... Sini dulu,ibu mau ngomong” ujar ibu memanggilku
“Iyah bu” akupun segera datang
“kamu mau kerja kemana lagi?” tanya ibu
“aku pengen keluar negri lagi bu” jawabku halus
“tidak usah jauh jauh nak,disinipun bisa kan dapet duit” ujar ibu
Mendengar perkataan ibu, aku tertunduk diam,mimpiku seakan berada diujung jalan.
Ingin rasanya menolak tapi hati enggan untuk menolak,kuputuskan untuk tinggal dirumah dan mengurung diriku sendiri dikesepian,jika ditanya apa kau bahagia,kujawab aku bahagia padahal hati tetap menolak untuk bahagia.
Kesepian macam apa yang kusuguhkan untuk diriku sendiri,semua itu membuat hemaglobinku naik diatas rata rata,membuat kepalaku terasa berat untuk bangun, sempat kututup tutupi rasa sakit yang kuderit tapi akhirnya aku menyerah juga.
Hari ini kuputuskan untuk pergi kesuatu tempat tidak ditemani siapa siapa,hanya sendirian dengan langkah yang terbata bata,dengan udara dingin yang terasa hingga tulang rusuk,kali ini aku benar benar merasa sendirian,hanya Allah yang menemani setiap langkah dan hanya Allah yang mengerti hati serta perasaanku.
“Ca,ngapain disini?” ujar ares mengagetkan
Kutatap alam sekitar dan ku katakan “aku nyaman disini res,jika aku membesarkan egoku mungkin aku gak akan pulang,tapi hati ku tak sanggup meninggalkan orang tuaku”
Dengan mata yang berkaca kaca aku coba membalikkan wajahku,aku tak ingin ares tau tentang kesedihanku.
“aku dengar kamu sakit?” tanya ares lagi
“Nggak ko res” dengan senyum kecil kubalas pertanyaan ares
“gak usah bohong ca,aku tau kamu sakit” tegas ares
Menghindari pertanyaan ares aku segera bangkit dan pergi.
Ares mengejarku namun aku tetap menghindar,semenjak saat itu aku dan ares jarang bertemu,padahal kita tetanggaan namun semenjak kejadian itu aku menghindar dan tak mau bertatap muka dengannya.
Kusadari aku sangat egois,tapi entahlah aku kalah dengan keegoisanku.
Hari ini,dirumah ibu ada acara halal bihalal seperti biasa aku turut membantu namun ditengah tengah hari dadaku terasa sesak,segera aku masuk kamar karna aku takut semua orang tau dan melihatku kesakitan,hari hampir sore namun sakitku tak kunjung sembuh rasa sesak didadaku hampir membuatku putus asa.
“ca...kamu dimana?” ujar ibu memanggilku.
Aku panik mendengar ibu,ingin kujawab tapi nafasku masih sesak,tidak mungkin aku keluar dengan nafas yang terbata bata.
Aku hanya menangis sembari menahan sesak didada,mendengar ibu terus memanggilku,dadaku semakin sesak,terdengar ibu membuka pintu akupun menangis.
“Kamu kenapa ca?” tanya ibu penuh kecemasan
“Caca gakpapa bu” aku kembali berbohong namun kali ini ibu mengetahui kebohonganku,ibu melihat wajahku pucat dan nafasku terbata bata.
“sampe kapan kamu bohong nak? Ayo kita ke dokter” ujar ibu
“Gak mau bu,caca Cuma flu aja” tolakku dengan senyum terpaksa.
Ibupun pergi meninggalkanku,namun kemudian datang kembali bersama ares,mereka membujukku untuk kerumah sakit namun aku tetap menolak.
Hingga tiba dimana ibuku menangis,sungguh aku sangat sakit melihat ibuku menangis,dengan rasa terpaksa aku mengiyakan untuk pergi kerumah sakit.
Berhubung rumah sakitnya jauh aku dan ares berboncengan dan ibu menyusul dengan paman,sesampainya dirumah sakit ibu mengantarku masuk dan ketika giliranku dipanggil ibu ikut masuk keruang pemeriksaan,sempat kularang namun ibu memaksa ikut,dengan terpaksa akupun masuk bersama ibu.
Sesampainya didalam,dokter memeriksaku dan berkata kalau saluran pernafasanku sempit maka aku harus masuk ruang UGD untuk dioksigen dan dinebulazer,ibu menyaksikanku menggunakan alat bantu pernafasan,terlihat raut muka kecemasan dimatanya,segera kubalas dengan senyum dan kata kata meyakinkan kalau aku baik baik saja.
Setelah selesai aku segera pulang dan ditengah tengah perjalanan ares bertanya lagi padaku “kamu sebenernya sakit apa ca?”
“menurutmu aku sakit apa res?” dengan senyum aku balas pertanyaannya.
“sakit hati,gak mungkin kayanya hehehe” jawab ares dengan canda.
“Hehe gak mungkin lah,sebenernya aku sakit asma res” jawabku sambil melempar senyum kecil
“Sejak kapan?” tanya ares dengan nada pelan
“Sejak aku masih sekolah aku terkena alergi debu,namun aku tetap acuh pada penyakitku,kuyakinkan kalau aku baik baik saja,namun kemudian ketika aku bekerja aku tidak bisa memungkiri kalau aku terkena gejala asma dan kemudian hari ini dokter memfonisku bahwa aku terkena asma res bukan gejala lagi” mataku mulai berkaca kaca sembari memandangi obat obatan yang masih kupegang
Ares hanya terdiam mendengar ceritaku,dan kemudian dia menyemangatiku sambil berkata “Allah itu adil ca,gak akan ngasih ujian dibatas kemampuan hambanya,kamu termasuk orang istimewa ca,terus semangat”
“Iyah res,makasih untuk semuanya”
Setelah itu Ares selalu ada untukku mengantarkanku kemanapun aku pergi begitupun ibu yang mulai mengizinkanku kemanapun aku suka,ketika penyakitku kambuh dunia rasanya gelap,aku takut pergi sebelum aku menjadi orang baik.
Hari ini kututup mata sembari menikmati sunrise didesa,embun yang menyelimuti daun menetes disela sela jemari,aku sadar betapa baiknya Allah pada hambanya. Semua yang ada didunia ini Allah ciptakan dengan sukarela tanpa meminta sepeserpun pada hambanya,alam yang subur dan yang terpenting oksigen,Allah memberikan oksigen dengan Cuma Cuma namun terkadang kita tidak mensyukurinya.
“Ca,masuk yu udah mulai panas” terdengar suara ibu sembari menepuk pundakku
“Nanti bu,lagi nikmatin sinar matahari” tolakku dengan nada lembut
“yaudah kalau mau disini ibu masuk dulu ya”
Ibupun segera masuk,namun beberapa menit kemudian terdengar ketukan pintu. Ibu segera membukanya.
“Assalamu’alaikum bu” ujar nina sahabat kecilku
“wa’alaikum salam wr.wb,eh nina,pulang kapan nduk?”
“baru aja bu,caca mana?”
Ibu menunjuk keluar teras dan nina pun segera menghampiriku,tanpa berkata terlebih dahulu aku sudah mengetahui kedatangannya,nina memelukku dari belakang.
“Ini pasti nina kan?” Ujarku sembari memutar badan
“iyah kok kamu tau sih” jawab nina heran
“dari kecil kita sahabatan nin,aku masih paham langkahmu,aku masih paham baumu dan aku masih paham getaran persahabatan kita” ujarku sok dramatis
“Ciee si melankolis lagi lagi puitis” ledeknya sembari tertawa
“ca katanya kamu sakit? Please kali ini jangan menghibur diri,kamu sakit asma kan?” tanyanya dengan penuh kecemasan.
Aku hanya mengangguk pelan sembari menebar senyum,namun nina mulai berkaca kaca sembari memegang tanganku.
“nin aku gakpapa,aku malah bersyukur Allah ngasih aku ujian seperti ini” jawabku menenangkam
“Kenapa gitu ca?”
“dengan penyakit ini aku sadar betapa baiknya Allah nin,Dia ngasih kita oksigen dengan gratis,coba bayangkan kalau kita nafas pake tabung oksigen yang ada dirumah sakit gak kebayang berapa kita harus bayar setiap harinya,namun Allah gak seperti itu Dia ngasih kita oksigen dengan gratis dari kita kecil sampe gede” ujarku
Ninapun mengangguk menyetujui perkataanku,saking asiknya berbincang bincang tak terasa matahari sudah tepat diatas kepala dan suara adzan dzuhur sudah berkumandang,ninapun mengajakku sholat dimasjid,tidak biasanya dia seperti itu.namun segera ku turuti permintaannya.
Kamipun bergegas berangkat,sesampainya disana kami bertemu ares yang sedang duduk seperti menunggu seseorang.
“Res udah sholat?” tanyaku
“udah ca,tadi udah jama’ah,kalian telat datengnya” ujar ares
“Yaudah kita sholat dulu res”
Setelah selesai sholat kulihat ares bertemu apoteker,belum sempat kutanyakan dia sudah keburu pergi.
Keesokan harinya aku berniat untuk menanyakan perihal dimasjid namun hingga sore aku belum bertemu ares,ketika aku hendak sholat magrib dimasjid aku bertemu ares dan segera kuhentikan langkahnya.
“Res... Kemarin aku liat kamu ketemu apoteker,kamu kenapa?” tanyaku
“gakpapa ca itu temenku” jawabnya
“siapa? Kok aku gak kenal,kalau temenmu aku taulah kita kan sahabatan dari kecil” tanyaku menegaskan
“Hmmm besok aja ya ca aku ceritain,ketemu ditempat biasa,sekarang sholat dulu”
Akupun mengiyakan dan keesokan harinya kita bertemu.
“ca sebenernya aku juga sakit,malah harus minum obat seumur hidup,iyah aku sakit hati kronis ca,tidak ada yang tau hanya aku dan orang tuaku saja”
Mendengar pengakuan ares aku menunduk dan tidak percaya segera kulontarkan candaan padanya “kalau boong jangan kelewatan res ntar beneran loh,nanti hatinya berubah jadi mejikuhibiniu hehehe”
Dengan senyum kecil ares berkata lagi “aku beneran ra aku gak boong”
“nggak nggak,nggak mungkin,kamu keliatan tenang tenang aja res,gak ada rasa cemas atau khawatir pada mukamu itu” elakku dengan ketidak percayaan
“Ikhlas ca,seperti yang aku pernah bilang kekamu Allah itu adil,jika kita ikhlas pada takdir, Allah juga bakal ngasih kita hadiah nantinya,jika kita dikasih cobaan seharusnya kita bersyukur karna Allah masih memperhatikan kita,yang harus kita cemaskan itu ketika Allah tidak lagi memberi cobaan pada kita,itu artinya Allah sudah tidak perduli lagi pada kita,maka dari itu kita harus ikhlas dan sabar”
Mendengar perkataan ares tanpa sadar pipiku sudah basah,selama ini aku selalu mengeluh dan bertanya kenapa,kenapa dan kenapa aku? Padahal jika mataku terbuka lebar bukan hanya aku yang diberi cobaan banyak yang lebih parah dari aku,selama ini aku lupa seperti apa caranya ikhlas dan seperti apa caranya bersyukur.
Sampai akhirnya Allah memberiku ujian karna Allah mau memberiku pelajaran tentang ikhlas sabar dan syukur,hari ini ares membuka pemikiran serta hatiku.
“Res,ajari aku untuk ikhlas” sembari tersendu sendu aku menundukkan kepalaku dan kemudian menatap langit yang mendung seolah ikut merasakan nuansa batinku,hujanpun turun,aku dan ares masih duduk merenungi arti hidup yang hanya sekali.
“aku kamu dan mereka pasti bisa ikhlas asal selalu ingat bahwa kita hidup hanya sementara dan nantinya bakal kembali pada-Nya juga” ujar ares
Akupun mengangguk dan segera pulang sembari menikmati butir butir air hujan yang membersihkan fikiran serta menumbuhkan senyuman keikhlasan.

Gadingan,02/08/2018

Sabtu, 27 Januari 2018

Man shobaro zafiro

                 
                    MAN SHOBARO ZAFIRO

 Suara adzan subuh sudah terdengar dan nuansa tenang serta sejuk mulai kurasakan.
Namun semua itu membuatku rindu akan sosoknya yang setiap hari membangunkanku untuk shalat berjama’ah.
Namun kini suaranya hanya menjadi kenangan yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.
Sepuluh hari sepeninggal ayah, yang kulihat hanya airmata ibu diatas sajadah, dengan mata yang masih sembab ibu selalu mencoba memberi pemahaman padaku. Beliau berkata bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan kembali pada-NYA karena semuanya sudah memiliki takdir masing-masing yang telah ditulis dilauhul mahfudz.
Aku dan adikkupun mencoba memahami itu, ayah mendahului kami mungkin itu memang jalan takdirnya, kamipun mencoba ikhlas.
“Mbak nisa, ayo berangkat” teriak aisyah memanggilku
Memang kebetulan jarak kampus dan SMA adikku tidak terlalu jauh, dengan menaiki motor peninggalan ayah, kami berduapun berangkat. Sebenarnya aku merasa ibah melihat ibu berjuang sendirian mencari nafkah, sempat berfikir untuk berhenti kuliah namun ibu melarangku, mengingat aku yang baru menginjak semester 2 dengan perjuangan untuk masuk seleksi dan mendapat beasiswa mungkin itu yang membuat ibu kokoh menyuruhku mempertahankan kuliahku.
Hari mulai semakin sore, akupun masih setia menunggu adikku yang sedang latihan ekstrakurikuler.
Pukul lima petang kami segera pulang, sesampainnya dirumah pintu masih terkunci itu menandakan ibu belum pulang. Akupun gelisah dan cemas namun mau berbuat apa ibu tidak memegang telfon akhirnya kuputuskan untuk shalat dan mencarinya dengan berjalan kaki karena motorku sudah tidak ada bensin.  Akupun bergegas keluar namun tangan adikku memegangiku dan berkata “aku ikut mbak” kamipun segera pergi, ditengah tengah perjalanan kami melihat ibu yang nampak letih sembari membawa dagangannya, kamipun segera menghampirinya
“lah kok ada disini ndo?, udah makan sama shalat belum? “ ucap ibu
“Udah bu, tapi belum makan, kami cemas lihat ibu belum pulang”
Sesampainya dirumah ibu memelukku dan aisyah seolah dia tidak akan bisa lagi memeluk kami, tanpa berprasangka negatif, akupun menganggap itu hanya pelukan seperti hari hari biasanya.
Keesokan harinya kami seperti biasa melakukan aktifitas begitupun dengan ibu.
Namun ketika tengah hari ponselku berbunyi dan segera kuangkat, betapa kagetnya aku saat mendengar berita bahwa ibu kecelakaan.
Tanpa fikir panjang akupun segera menuju rumah sakit ,tanpa mengabari adikku sebelumnya karena dia sedang ada ujian.
Sesampainnya dirumah sakit. Tubuhku bergetar melihat ibuku bercucuran darah ditambah lagi tetanggaku mengatakan bahwa ibuku korban tabrak lari.  Dihantui rasa cemas dan takut akupun menuju mushola untuk berkeluh kesah kepada Allah swt.
Hari semakin sore namun ibu masih belum juga sadar, tiba tiba telfonku berbunyi suara adikku “mbak, embak dimana kok belum kesekolahku”
“maaf dek mbak masih ada tugas,hari ini pulang sendiri aja yah naik angkot” terpaksa aku berbohong karena aku tidak ingin membuat adikku panik
“yaudah iyah mbak”
Tiba tiba dokter menepuk pundakku dan mengatakan bahwa nyawa ibu tidak bisa diselamatkan, seketika tubuhku lemas dan jatuh pingsan,selang beberapa menit aku sadar dan menangis sejadi jadinya,bu haji tetanggaku memelukku dan berkata “man shobaro zafiro ndo,siapa yang bersabar pasti akan beruntung. Yang ikhlas yang sabar yang tawakal ingat ada adikmu yang harus kau jaga”
Akupun hanya menganggukkan kepalaku dan berlinangan airmata.
Kamipun segera pulang untuk mengurus proses pemakaman ibu,tiba tiba adikku pulang dan kebingungan melihat ada bendera kuning terpajang digang rumah.
Melihat adikku,akupun segera memeluknya.
“Mbak siapa yang meninggal?” tanyanya dengan penuh kecemasan
“ibu dek”
Mendengar ibu yang meninggal adikku langsung histeris,akupun mencoba menenangkannya dengan airmata yang sudah tidak bisa kubendung.
“Kita gak punya orang tua lagi mbak”ujar adikku dengan nada terisak isak
“tidak apa apa dek,mba janji bakal jaga kamu”
Orang orang yang melihat kami seolah merasakan kepedihan kami,merekapun ikut meneteskan airmata dan ada juga yang menghampiri kami untuk menguatkan.
Seperti saat ayah meninggal aku dan adikku menghantarkan ibu ketempat terakhirnya.
Setelah prosesi pemakaman selesai kamipun segera pulang dengan langkah terbata bata dan airmata yang masih membasahi pipi,sungguh kehilangan orang tua adalah hal yang paling pedih dalam kehidupanku.
Namun aku ingat ucapan bu haji tentang man shobaro zafiro, aku berusaha kuat dengan musibah yang kualami aku yakin Allah tidak pernah menguji kita diatas kemampuan.
Aku mulai berangkat kuliah lagi menjalani aktifitas seperti biasanya begitupun dengan adikku, disela sela jam kosong kuliah aku berkerja berjualan kue untuk biaya sekolah adikku dan biaya makan sehari hari.
“Mbak, aku udah mau lulus nanti aku kerja aja yah biar mbak gak cape biayain aku” ujar adikku
“Tidak perlu dek, mbak aja yang kerja kamu kuliah setidaknya mbak nggak ngerasa direpotin kok mbak malah seneng melihat adik mbak suatu saat bisa pake toga”
Seketika adikku memelukku, dan itu membuat hatiku tersentuh sampai meneteskan airmata.
Hari ini kuputuskan untuk mengorbankan kuliahku untuk fokus bekerja membiayai kuliah adikku dan biaya makan sehari hari.
Berat memang meninggalkan kampus tapi ini demi masa depan adikku kukorbankan karna aku merasa ada tanggung jawab sebagai orang tua pengganti baginya. Dan aku ingat betul kata ayah bahwa ilmu bisa dicari dimana saja yang terpenting engkau tetap ada dijalan Gusti Allah.
“mbak, kenapa mbak berhenti kuliah?  Mbak nglarang aku kerja tapi mbak sendiri berhenti kuliah” ujar adikku marah
“dengerin mbak, mbak janjikan bakal jaga kamu dan bertanggung jawab akan pendidikanmu. Mbak gakpapa berhenti kuliah tapi kamu jangan, kamu wujudin mimpi mba biar bisa pake toga dan bisa bikin bangga ibu sama ayah”
Adikkupun mengangguk sembari memelukku “Aisyah janji bakal rajin belajar biar mimpi mba terwujud” kamipun berpelukan dan kemudian shalat berjama’ah.
Hari, bulan tahun semakin berlalu kini tiba dimana adikku berhasil menyelesaikan pendidikannya.
Ditemani buhaji aku pergi untuk menghadiri wisuda adikku, sesampainya disana aku dibuat bangga oleh adikku, selain mendapat nilai memuaskan ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat dia memakai toga, inilah hasil man shobaro zafiro dan aku yakin ibu dan ayah ikut berbahagia disurga sana.

Senai, 27 januari 2018