Selasa, 24 September 2024

Penjara Suci

 PENJARA SUCI

Semilir angin senja menerpa tubuhku,aku masih terdiam dalam hamparan pasir putih dan berirama bersama debur ombak. Entahlah apa yang ada dalam fikiranku rasa menyesal serta kecewa mengikuti setiap baris hidupku,namaku nisa tapi arti namaku tak selaras dengan kelakuanku,aku seperti remaja kebanyakan tergiur dengan hingar bingar dunia,tak pernah mengingat atau memikirkan akhirat sedikitpun.

Duniaku selalu dipenuhi sisi negatif sering bolos sekolah,bolos ngaji,pacaran dan hura-hura,pergaulan yang membawaku pada dunia gelap sampai aku tak menghiraukan hati orang tuaku yang banting tulang membiayaiku sekolah.

“nis pulang yuk” ajak nita salah satu temanku

“nanti lah agak malaman” jawabku

“emang loe lagi kenapa?”

“loe pernah gak sih ngerasa kalau kelakuan kita selama ini salah?” tanyaku

“loe kenapa sih nis tiba-tiba gitu,kalau loe mikir gitu terus hidup loe gak bakal happy” jawab nita

“gue tadi pagi ketemu ustadzah dia ceramahin gue panjang banget,dan gue ngerasa apa yang dia katakan itu ada benernya nit,sampe kapan kita kaya gini” ujarku sembari menepuk pundak nita

“apaan sih loe nis,udah ah males gue pulang duluan” ujar nita sembari menyingkirkan tanganku dari pundaknya

Aku merasa tidak enak pada nita akupun mengejarnya dan semua lamunanku hilang kutinggalkan ditempat itu,fikiran menyesal dan kecewa musnah seketika dari otakku untuk kesekian kalinya aku terbawa kedunia hitam lagi.

“nis jam segini kok baru pulang?” tanya mamah yang menungguku didepan pintu

“cape mah aku ngantuk,introgasinya besok aja!” jawabku ketus

“kamu tuh perempuan gak pantes pulang larut malam kaya gini,malu sama tetangga”

Celotehan mamah sama sekali tidakku dengar,aku segera masuk kamar dan tidur.

Keesokan harinya aku bersiap untuk kesekolah,nita menjemputku,sebenarnya mamah melarangku bergaul dengan nita tapi aku tetap tak mendengarkannya.

Diperjalanan nita mengajakku nongkrong dicaffe, aku yang masih labil mengikutinya dan untuk kesekian kalinya aku bolos sekolah.

Sesampainya dicaffe pacar nita sudah disana pemandangan seperti ini sudah tidak asing dalam hidupku,pelukan,ciuman nita sering melakukannya didepanku,dia selalu menyuruhku melakukan apa yang dia lakukan,tapi sungguh dalam hati kecilku aku tidak ingin larut dalam dunia seperti ini,namun sampai detik ini aku belum bisa menjemput hidayahku.

“nis pacar loe mana”tanya nita

“dia selingkuh kali” jawabku bercanda

Tiba-tiba rifki datang dibelakangku,rifki adalah pacar sekaligus sahabat tapi dia selalu menghargaiku sebagai seorang perempuan dia tidak pernah melecehkanku seperti apa yang pacar nita lakukan.

“rifki kok kamu disini,gak sekolah?” tanyaku

“kamu juga gak sekolah nis” jawab rifki sembari meledek

Waktu terus berputar sampai tiba waktu jam pulang sekolah

“nit pulang yuk” ajakku

“nanti lah nis masih sore juga”

“nanti gue dicariin mamah.”

“takut banget loe sama mamah loe nis” ledek nita

“biar senakal-nakalnya gue,gue masih inget orang tua gak kaya loe nit” jawabku sembari meledek nita

“kurang asem loe nis,yaudah ayo kita pulang”

Sesampainya dirumah aku melihat ada wali kelasku menghampiri mamah.

“nit itu bu dian,mampus deh gue” ujarku panik

“gimana dong nis,gue juga takut nih”

“yaudah loe pulang aja sana”

Nitapun pergi meninggalkanku,aku belum berani kerumah soalnya wali kelasku masih disitu,selang beberapa menit bu dian pergi akupun segera masuk rumah secara diam-diam tapi tetap saja mamah tau.

“nisa! Sudah cukup tingkahmu ini sudah kelewatan,papah dan mamah menyekolahkanmu biar menjadi wanita yang berbudi pekerti tapi kamu malah kaya gini! Mamah kecewa”

Aku hanya terdiam dan segera masuk kamar,entah mengapa lidahku seakan kaku mengucap maaf pada mamah,tapi dari lubuk hati aku menyesal.

Keesokkan harinya aku bergegas kesekolah tiba-tiba mamah melarangku berangkat.

“hari ini kamu gak usah berangkat nis”

“lah kenapa? Nisa gak bakal bolos lagi kok” jawabku

“hari ini kamu berangkat tapi diantar mamah dan papah” ujar mamah

“nisa udah gede kali gak usah diantar!” jawabku ketus

“kalau udah gede tau mana yang baik dan mana yang gak baik” ujar mamah menaikkan nada bicaranya

“yaudah-yaudah terserah mamah aja” jawabku badmood

Akupun berangkat bersama mamah dan papah,namun aku terkejut karena jalan yang dilewati bukan jalan yang menuju sekolahku.

“mah ini mau kemana sih,katanya kesekolah”tanyaku

“udah ikut aja” jawab mamah

Akupun diam dengan penuh banyak pertanyaan diotakku,sebenarnya aku mau dibawa kemana jalanan yang sepi,pegunungan dan pohon-pohon rindang menghiasi setiap perjalanan,dan tibalah kami didepan gerbang yang mirip dengan gerbang masjid.

“mah ini tempat apa sih?” tanyaku penasaran

“ayo mamah akan tunjukan setelah kamu masuk”

Kakiku mulai melangkah memasuki gerbang itu,pemandangan yang sangat berbeda dari duniaku dikota,banyak anak kecil,remaja sebayaku mereka berjalan menggenggam kitab dan al-qur’an dan setelah itu aku sadar kalau aku dibawa kepondok pesantren.

“mah pah,aku gak mau disini,bawa aku pulang” ujarku sambil menangis

“mamah hanya ingin kamu menjadi lebih baik nak,belajarlah dirumah barumu ini dan pulanglah saat kau sudah berubah”

mamah meninggalkanku ditempat itu,sungguh aku merasa aneh dikerumunan orang-orang berjilbab karna sebelumnya aku tidak pernah memakai jilbab.

Tiba-tiba datang seorang ustadzah mengajakku masuk ruangan.

“namamu siapa nak?” tanya ustadzah

“nisa bu” jawabku singkat

“subhanallah nama yang indah seperti orangnya” puji bu ustadzah

Aku hanya membalasnya dengan senyum terpaksa

“selamat bergabung dirumah suci ini nisa,oh iyah ada peraturan yang harus kamu taati selama belajar disini diantaranya pakaian,mohon maaf sebelumnya,nisa tidak boleh memakai pakaian pendek dan harus mengenakan jilbab dan selama disini tidak boleh mengaktifkan hp” ujar bu ustadzah

“hp pun tidak boleh,kenapa?”tanyaku geram

“sebab nanti bisa mengganggu proses belajarmu”

Dan tanpa aku sadar ternyata hpku sudah diambil mamah,sungguh antara kesal dan marah,kenapa mamah tidak memberitahu aku dulu.

Kini dunia baruku dimulai,yang dulu aku hanya tau hura-hura dan selalu lupa waktu disini aku harus menggunakan setiap detiknya untuk belajar,dalam hati masih terasa tak ikhlas,sampai pada akhirnya aku mulai beradaptasi,teman-teman baru mulai aku temui disini dan sungguh ini sangat bertolak belakang dengan kehidupanku yang dulu.

Hari ini aku hendak mengaji disurau tiba-tiba langkahku terhenti disaung dekat asrama,aku melihat ada anak kecil yang sedang mengaji bersama gurunya,aku tertarik untuk melihatnya,sungguh hatiku teriris ketika aku mendengar huruf-huruf hijariyah dilantunkan oleh gadis kecil itu betapa malunya diriku,aku yang sudah 18 tahun dan mengaku beragama islam namun sama sekali tidak mempelajari tentang islam bahkan shalat yang sebagai tiang agamapun aku jarang melakukannya,kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman,aku tidak mempelajarinya,dan jilbab identitas sebagai muslimah aku tidak mengenakannya. Disitu aku menangis mengingat orang tuaku,masalaluku sungguh penyesalan sangat aku rasakan sampai kakiku lemas untuk berjalan.

“masya Allah nisa kamu kenapa?” tanya bu ustadzah

Aku tidak bisa menjawab,mulutku seakan kaku dan dalam hatiku kulantunkan kalimat sahadat yang jarang aku ucapkan sebelumnya,bu ustadzah membawaku kesurau dan menyuruhku minum dan istigfar.

“kamu kenapa nis?” bu ustadzah kembali bertanya

“seluruh bagian tubuhku bergetar bu ketika aku melihat anak kecil melantunkan ayat-ayat al-Qur’an,aku malu atas semua kesalahanku dulu,aku ingin berubah bu” jawabku sembari terisak-isak

“Alhamdulillah,kamu pasti bisa berubah nak,asal ada nawaitu dari hati kecilmu” ujar bu ustadzah menguatkanku

“aku ingin pulang meminta maaf pada ibu dan ayah,apa aku boleh pulang dulu bu?” pintaku

“tentu saja nak,ibu akan antar kamu menemui ibumu” jawab bu ustadzah

Keesokkan harinya aku dan bu ustadzah pergi menuju rumahku,sesampainya disana aku langsung memeluk mamah dan mencium kakinya.

“maafin nisa mah,selama ini nisa durhaka selalu buat mamah marah dan menangis,sungguh nisa menyesal,nisa sayang mamah karna Allah”

Mamahpun menangis dan bersyukur atas perubahanku,bu ustadzah meneteskan air mata melihat suasana haru dalam hidupku.

“kamu gak kepesantren lagi kan nak?” tanya mamah

“ilmuku masih belum cukup mah,aku mau menimba ilmu lagi disana dan mempelajari tentang agamaku,nisa ingin menjadi seorang muslimah yang berguna,izinkan nisa mah.”

“tentu nak,pergilah dan belajarlah dengan benar”


Akupun kembali kepesantren,hidupku mulai berubah,dunia hitam kini menjadi putih,aku tak mau lagi terjerumus dalam pergaulan yang membawaku pada jurang kehancuran,kuputuskan untuk tidak pacaran,karna aku tau jodoh sudah ditulis di lauhul mahfudz yang harus aku lakukan sekarang menimba ilmu dipenjara suci ini dan mengamalkannya agar berfaedah.


                                                                                                                  Senai,04 Desember 2016

Sabtu, 16 Februari 2019

Cinta Dalam Diam


Tentangmu yang sering kusebut dalam bait bait do'a,yang sampai sekarang masih menjadi rahasia dilauhul mahfudz,aku masih disini memperbaiki diri agar pantas menjadi istri seperti khodijah dan Aisyah.
Walau terkadang wajah wajah sinis menatapku,mereka berargumen sesuka hati mereka karena mungkin mereka mengiraku aneh sebab aku berada dilingkungan yang mungkin jauh darikata religius tapi tak mengapa justru itu menjadi tantangan seperti apa aku patuh terhadap Tuhan.
Namaku zahra aku baru lulus Madrasah Aliyah menjadi seorang santri adalah salah satu mimpiku walau sempat ditentang ibu namun aku berhasil menunjukan kalau aku bisa,kala itu aku hanya bermodal nawaitu dan sampai akhirnya aku bertemu orang baik yang mau mengajarkanku tanpa pamrih sedikitpun dialah bu ustadzah yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.
Hari ini kudatangi salah satu perguruan tinggi di jogja,dengan bekal nawaitu dan do'a orang tua aku mengikuti seleksi,sampai akhirnya aku diterima.
"Zahra...! " teriak dinda memanggilku
"Kenapa din?"
"Mau keperpus yah? "
"Iyah din"
"Yaudah bareng yuk"
Aku dan dindapun pergi keperpustakaan.
"Baca apa sih serius amat,love story yah? " ledek dinda
"Yaelah din, gak kok orang lagi baca biologi"
"Love story juga gakpapa kali ra"ledek dinda lagi
"Hmmm apaan sih dinda, eh aku kesana dulu yah mau nyari buku aqidah"
Sedang kupilih buku dirak rak perpustakaan ada tangan yang sama yang mengambil buku yang kupilih, akupun sontak kaget segera kuturunkan tanganku.
"Eh maaf maaf ambil lah" ujarku
"Tidak apa ambillah biar aku cari yang lain" suara seorang lelaki yang kudengar
Tanpa menatap wajahnya aku mengambil buku dan pergi sembari mengucap terimakasih.
Hari terus berganti tanpa disadari aku sudah semester 3,waktu liburpun telah tiba ingin rasanya pulang tapi masih ada pekerjaan yang harus ku kerjakan disini,karena jika ada waktu luang aku harus bekerja agar bisa membantu ayah dan ibu dan juga membantu pendidikanku.
Namun tiba tiba telfonku berbunyi, kudengar isak tangis ibu yang menyuruhku pulang kalau ayah kecelakaan dan meninggal, rasanya kakiku seperti pincang sampai aku terjatuh musibah yang Allah berikan kali ini sungguh membuatku hampir putus asa.
Tanpa pikir panjang aku segera pulang, sesampainya dirumah ibu memelukku, aku menangis sejadi jadinya.
"Katakan kalau ini hanya mimpi bu" ucapku sembari menangis
Ibuku hanya memelukku tanpa berkata apapun
"Kenapa Allah tidak adil bu,aku selalu mentaati perintah-Nya tapi kenapa Allah ngambil ayah" Ujarku mulai putus asa
"Astagfirullah nak, istigfar Allah sayang sama Ayah mangkannya Allah ambil ayah,kamu sendirikan yang sering bilang ke ibu,disetiap musibah pasti suatu saat akan ada anugrah, istigfar nak"
"Astagfirullah'al adzim maafkan aku bu, maafkan aku ya Allah"
Aku mencoba ikhlas atas kepergian ayah, dan segera kulanjutkan program sarjanaku karna itu sebagian mimpi ayah padaku.
Sepuluh hari kepergian ayah aku segera kembali ke jogja karna liburanku sudah berakhir berat rasanya meninggalkan ibu tapi justru ibu malah menguatkanku.
Sesampainya dijogja dinda memelukku, dan pelukan dinda membuatku terharu dan menangis kembali.
"Yang sabar ya ra"ucap dinda
"Iyah din makasih yah"
"Oh iyah kamu dicariin kak rizki tadi"
"Kak rizki siapa din?  Aku gak tau" ujarku
"Itu loh yang pernah ketemu diperpus, kayanya dia suka sama kamu"
"Apaan sih din, sekalipun dia suka biar aja lah"jawabku cuek
Segera kutinggalkan dinda, tepat adzan dzuhur berbunyi aku segera kemushola, setibanya disana sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi aku segera bergabung untuk shalat berjamaah.
Ketika shalat telah selesai hatiku bertanya tanya, siapa yang menjadi imam tadi, bacaan shalatnya sungguh indah. Namun segera kutepis dengan istigfar,segera kukemas mukenahku dan meninggalkan mushola, sembari memakai sepatu tanpa sengaja aku menengok kebelakang dan melihat imam tadi setelah dia menatapku balik, aku segera pergi.
Diumurku yang sudah kepala dua aku belum pernah dekat dengan lelaki karna sedari kecil ayahku menyekolahkanku dipesantren,sempat berfikir pengen kaya remaja remaja seusiaku pacaran main kesana kemari namun aku sadar mencintai Allah lebih indah dari hal hal itu, iyah seperti itu yang ayah katakan padaku.
"Woy..! " ujar dinda mengagetkanku
"Dinda ngagetin aja"
"Habis ngelamun sih, dimushola ketemu pangeran yah"ledek dinda
"Ih nggak nggak kebiasaan deh" jawabku gugup
"Ra kenapa sih kamu takut banget jatuh cinta liat cowo aja udah kaya liat setan"
"Bukannya gitu din aku juga pengen pacaran tapi nanti setelah nikah biar berkah" jawabku membuat dinda termenung
"Udah yuk masuk nanti telat"ajakku
Akupun masuk kelas, setelah mata kuliah habis akupun pergi keperpus dan kebetulan aku bertemu lagi dengan imam dimushola tadi.
"Hayo ketahuan ngliatin siapa tuh"teriak dinda
"Ih jangan berisik nanti dimarahin, lagian aku gak ngliatin siapa siapa ko"
"Ngliatin kak rizki ya"ledek dinda
Kutatap mata dinda, dalam benakku dia rizki, dia yang nyariin aku,berarti dia juga yang waktu itu diperpus. SubhanAllah.
"Zahra! Nglamun lagi kan"ujar dinda
Akupun mengajak dinda pergi,entah kenapa dengan hatiku setiap bertemu lelaki itu jantungku berdebar tidak seperti biasanya jikalaupun ini cinta cukup aku dan Tuhan saja yang tau, biarkan kisah cintaku seperti ali dan fatimah iyah cinta dalam diam.
Kujalani hari hariku seperti biasanya kuliah kerja sampai tanpa disadari waktu begitu cepat berlalu toga yang kuidamkan bisa kukenakan, airmata haru diwajah ibu turut mengiringi kelulusanku.
"Nak kamu sudah dewasa apa kamu belum ada niatan buat menikah? " tanya ibu
"Niat selalu ada bu tapi jodoh masih on the way" jawabku membuyarkan suasana, ibupun tertawa sembari mencium keningku.
Hari ini aku pulang kekampungku meninggalkan jogja dan juga cinta yang masih rapih dalam kebungkaman, aku yakin Allah selalu punya jalan untuk mempertemukan.
Hari terus berganti,kini tugasku mengamalkan ilmuku agar dapat berfaedah,kuubah kampungku yang dulu jauh dari religius sekarang kuperkenalkan agamaku agama kita agama Islam,dan kutegaskan juga betapa pentingnya pendidikan. Secerdas apapun seseorang jika ia hanya berijazah sekolah dasar tetap saja dia diremehkan.
Ketika aku sedang mengajar tiba tiba sosok lelaki datang.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam wr. Wb" jawabku
"Zahra..! " terdengar suara dinda dari belakang laki2 itu, iyah memang itu dinda dan dia memelukku, pertemuan pertama setelah kita wisuda, dan aku baru sadar bahwa lelaki yang datang bersama dinda adalah kak rizki.
"Kamu tau dari mana aku disini din? "
"Dari ibumu ra, tadi aku kerumahmu dulu"jawab dinda
"Apa kabar ra? "Tanya kak rizki
"Alhamdulillah baik ka"jawabku singkat sembari menundukkan pandanganku
Aku tidak tau apa kak rizki juga mencintaiku atau tidak,dari dulu diapun tidak pernah mengatakan itu.
Jam ngajarpun selesai aku mengajak dinda dan kak rizki pulang kerumah.
Sesampainnya dirumah aku kaget sudah ada orang tua kak rizki yang sedang berbincang dengan ibu.
"Assalamu'alaikum bu"
"Wa'alaikum salam nak sini duduk" jawab ibu
Wajahku bingung aku menatap dinda, dinda hanya tersenyum kepadaku.
"Kamu bingung ya ra,langsung aja aku kesini buat ngelamar kamu perihal kamu nerima atau nolak itu terserah kamu aku ikhlas"ujar ka rizki
"Apa kamu yakin denganku"tanyaku
"Sangat yakin ra,kalau tidak kenapa aku bela belain dari jogja kesini" jawab kak rizki
Kutatap wajah ibu dan ibu tersenyum padaku.
"Bismillah,aku bersedia ka" jawabku
Raut muka lega terlihat pada semua orang disitu.
Selang beberapa minggu kami menikah dan rupanya ka rizki juga diam diam meyukaiku.
Kisah cinta kami memang seperti ali dan fatimah. Dan itu sangat indah.
Senai,2 Desember 2017

Selasa, 28 Agustus 2018

Cinta Tak Berending


CINTA TAK BERENDING
Ketika aku masih kecil,aku selalu membawamu dalam kisahku,menjadikanmu peran utama dalam setiap dongengku,sampai tanpa sadar ketika aku tumbuh dewasa.aku mulai berani menatapmu dari jauh dengan penuh harapan suatu saat nanti bisa bersanding dihadapan orang banyak.
Namun ada beberapa hal yang masih belum bisa kulakukan,aku masih belum berani menatap wajahmu dari dekat dan aku masih belum berani mengatakan isi hatiku ,aku takut terlalu larut dan membuatku lupa pada posisiku.
Waktu terus berjalan dan aku masih terus diam pada rasaku,entah kapan rasa ini akan berhenti walau sudah kusaksikan dia mencintai orang lain,aku masih tetap kokoh mempertahankan rasaku.
Benteng yang membatasi hatiku runtuh,terkadang fikiran harus mengalah pada hati,ketika aku melihat dia disakiti hatikupun ikut terluka sehingga aku berusaha membuatnya tetap baik baik saja,mulut ingin mengungkap bahwa aku mencintainya,tapi tidak.aku tidak segegabah itu,melihatnya tersenyum sudah cukup untukku walau cintaku kukorbankan walau rasaku kuabaikan semua itu kulakukan karena aku ingin mengobrol dengan tenang bersamamu tanpa takut ada kecanggungan,cukup aku yang merasa demikian,kamu tidak perlu membalas rasaku,Allah ciptakan rasa cinta dihati setiap hamba-Nya jadi tidak ada yang salah,ketika aku mencintaimu tapi kau mencintainya,itu sah sah saja karena semua orang berhak jatuh cinta kepada siapapun.
Rasaku sama seperti mereka,hanya cara penyampaianku berbeda,dan inipun sah sah saja karena semua orang berhak mengekspresikan sendiri kisah cintanya.
Sempat berfikir bahwa kau juga mencintaiku karena perhatianmu padaku ,namun aku sadar bahwa minyak tidak akan pernah bersatu dengan air,aku sadar akan posisiku,walau mungkin makanan favorit kita sama,hewan yang tidak kita sukai sama dan buah yang tidak kita suka pun sama,tapi posisiku dan kamu berbeda,tapi percayalah wanita pilihanmu akan jauh lebih baik daripada aku.
Aku hanya siupik abu yang bermimpi menjadi cinderella,dan kau hanya tokoh dalam kisah kecilku,tidak lebih kau hanya bagian cinta yang ditumbuhkan Allah pada hatiku.
“jihan...” saut risti mengejutkanku
“ih risti,terkejut aku”
“lagian sore sore gini ngelamun”ucap risti
“Lihat deh kesana sunsetnya baguskan,aku lagi nikmatin itu tau” ujar ku sedikit mengalihkan pembicaraan
“Nikmatin sunset apa nikmatin nostalgia han??”ledek risti
“Apaan sih ris,nikmatin nostalgia sama siapa coba” ujarku tegas
“oh iya lupa jihankan takut sama cowo” ledek risti lagi
“Apaan sih risti ngeledek mulu ih” akupun bergegas bangun dan meninggalkan risti
“Han tungguin aku ih” teriak risti
Kamipun pulang,sejauh pertemanan kami,risti tidak pernah mengetahui rasaku pada riski.
Hari ini tanpa sengaja aku bertemu riski,seperti biasa dia melempar lelucon padaku,aku selalu bersikap biasa saja,namun hari ini dia sangat berbeda,setiap lelucon yang dia lontarkan semuanya menyudutkan perasaanku,sampai ketika malam tiba dia meminta bertemu,sempat kutolak,namun dia datang kerumah,karena memang rumah kita berdekatan.
“Han,ada yang mau aku omongin sama kamu” ucap riski
“Mau ngomong apa ki?” ucapku grogi
“aku mau jujur tapi kamu jangan marah yah,sebenernya aku mulai nyaman sama kamu,aku mau kamu jadi bagian dari kisahku han” ujar riski
“kamu bercanda ya ki,gak lucu tau”ujarku tegas
“Aku beneran han”ucap riski menegaskan
Malam itu riski mengungkapkan perasaannya dan tanpa sadar aku mengiyakannya dan saat itu pula aku lupa pada posisiku.
Hari semakin berlalu tapi riski malah menyakitiku dengan membagi perasaannya.
Aku menangis,bukan karena takut kehilangan.tapi aku menangis karna aku mengambil keputusan yang salah,cinta yang seharusnya masih tersimpan rapih yang hanya aku dan Allah yang tau kini riskipun tau semuanya tentang rasaku,dan akhirnya seperti ini,kisah masa kecilku hancur seketika,tidak kubawa lagi dirinya dalam dongengku karna aku tau kisahku bukan kisahnya,dan kisahnya bukan kisahku.
Kututup halaman tentangnya.aku tau seperti ini cara Allah melayukan cinta yang tidak seharusnya tumbuh.
Kubuka lembaran baru,dan riski pun menemukan perempuan yang dia cintai.
Meskipun begitu,aku dan riski masih bersahabat baik,namun itu justru menjadi penghalang bagi cintanya Aku sadar bahwa pertemananku dengan riski memang harus ada batasan.sedikit demi sedikit aku mulai menjauh.
“han,kamu kemana aja akhir akhir ini kamu jarang aktif dimedia sosial dan jarang keliatan juga dirumah” ujar riski
“Ada saatnya kita harus berani melepaskan ki,seharusnya rasaku masih teraimpan rapih dihati tapi kecerobohanku merusak semuanya,hari ini biar kita menjalani hidup kita masing masing kamu bahagiakan orang yang kamu cintai,dan aku berusaha buat jadi yang terbaik untuk pasanganku” ujarku dengan wajah tertunduk
“maafin aku han,baiklah kalau itu mau kamu,tapi apa harus kita gak temenan?” ujar riski
“pertemanan antara laki laki dan perempuan memang harus ada batasnya ki,mungkin kitapun harus seperti itu”
Akupun pergi dan membawa cinta yang tak berending,namun tenang saja kubuka halaman baru tentangku,tentang kisah cintaku dan bisajadi ada kamu lagi yang mampir dihalaman baru itu,semua sudah diatur oleh Allah swt,aku hanya berencana namun Allah yang menentukan.

Gadingan,28/08/2018
Ruesih


Kamis, 02 Agustus 2018

Ajari Aku Untuk Ikhlas

               
Suara kokok ayam sudah terdengar nyaring ditelinga,segera kubuka mataku namun rasa dingin membuatku ingin menutup mata kembali tapi kuurungkan setelah kudengar adzan berkumandang,segera kulaksanakan kewajibanku dan melawan rasa dingin yang menerpa tubuh ini.
Ingin rasanya tidur kembali tapi tak tega ketika kulihat ibu sudah bertempur didapur,aku memang bukan anak baik tapi bukan berarti aku malas,apalagi melawan orang tua karna aku mempercayai syurga masih ada pada telapak kaki ibu.
Pagi ini aku ingin pergi namun seperti biasa ayah melarangku,dia selalu berkata bahwa feelingnya tidak enak,mau tidak mau kubatalkan semua janji dengan temanku.
Bosan,jenuh tidak pernah luput dari hidupku ingin rasanya bebas tapi tak bisa kulakukan,ingin rasanya pergi sesuka hati tapi tidak bisa juga kulakukan.
Hanya kamar dan lingkungan rumahku saja yang jadi objek memuaskan hati,terkurung dalam sepi karna semua sahabatku sibuk dengan urusannya masing masing.
“Ca... Sini dulu,ibu mau ngomong” ujar ibu memanggilku
“Iyah bu” akupun segera datang
“kamu mau kerja kemana lagi?” tanya ibu
“aku pengen keluar negri lagi bu” jawabku halus
“tidak usah jauh jauh nak,disinipun bisa kan dapet duit” ujar ibu
Mendengar perkataan ibu, aku tertunduk diam,mimpiku seakan berada diujung jalan.
Ingin rasanya menolak tapi hati enggan untuk menolak,kuputuskan untuk tinggal dirumah dan mengurung diriku sendiri dikesepian,jika ditanya apa kau bahagia,kujawab aku bahagia padahal hati tetap menolak untuk bahagia.
Kesepian macam apa yang kusuguhkan untuk diriku sendiri,semua itu membuat hemaglobinku naik diatas rata rata,membuat kepalaku terasa berat untuk bangun, sempat kututup tutupi rasa sakit yang kuderit tapi akhirnya aku menyerah juga.
Hari ini kuputuskan untuk pergi kesuatu tempat tidak ditemani siapa siapa,hanya sendirian dengan langkah yang terbata bata,dengan udara dingin yang terasa hingga tulang rusuk,kali ini aku benar benar merasa sendirian,hanya Allah yang menemani setiap langkah dan hanya Allah yang mengerti hati serta perasaanku.
“Ca,ngapain disini?” ujar ares mengagetkan
Kutatap alam sekitar dan ku katakan “aku nyaman disini res,jika aku membesarkan egoku mungkin aku gak akan pulang,tapi hati ku tak sanggup meninggalkan orang tuaku”
Dengan mata yang berkaca kaca aku coba membalikkan wajahku,aku tak ingin ares tau tentang kesedihanku.
“aku dengar kamu sakit?” tanya ares lagi
“Nggak ko res” dengan senyum kecil kubalas pertanyaan ares
“gak usah bohong ca,aku tau kamu sakit” tegas ares
Menghindari pertanyaan ares aku segera bangkit dan pergi.
Ares mengejarku namun aku tetap menghindar,semenjak saat itu aku dan ares jarang bertemu,padahal kita tetanggaan namun semenjak kejadian itu aku menghindar dan tak mau bertatap muka dengannya.
Kusadari aku sangat egois,tapi entahlah aku kalah dengan keegoisanku.
Hari ini,dirumah ibu ada acara halal bihalal seperti biasa aku turut membantu namun ditengah tengah hari dadaku terasa sesak,segera aku masuk kamar karna aku takut semua orang tau dan melihatku kesakitan,hari hampir sore namun sakitku tak kunjung sembuh rasa sesak didadaku hampir membuatku putus asa.
“ca...kamu dimana?” ujar ibu memanggilku.
Aku panik mendengar ibu,ingin kujawab tapi nafasku masih sesak,tidak mungkin aku keluar dengan nafas yang terbata bata.
Aku hanya menangis sembari menahan sesak didada,mendengar ibu terus memanggilku,dadaku semakin sesak,terdengar ibu membuka pintu akupun menangis.
“Kamu kenapa ca?” tanya ibu penuh kecemasan
“Caca gakpapa bu” aku kembali berbohong namun kali ini ibu mengetahui kebohonganku,ibu melihat wajahku pucat dan nafasku terbata bata.
“sampe kapan kamu bohong nak? Ayo kita ke dokter” ujar ibu
“Gak mau bu,caca Cuma flu aja” tolakku dengan senyum terpaksa.
Ibupun pergi meninggalkanku,namun kemudian datang kembali bersama ares,mereka membujukku untuk kerumah sakit namun aku tetap menolak.
Hingga tiba dimana ibuku menangis,sungguh aku sangat sakit melihat ibuku menangis,dengan rasa terpaksa aku mengiyakan untuk pergi kerumah sakit.
Berhubung rumah sakitnya jauh aku dan ares berboncengan dan ibu menyusul dengan paman,sesampainya dirumah sakit ibu mengantarku masuk dan ketika giliranku dipanggil ibu ikut masuk keruang pemeriksaan,sempat kularang namun ibu memaksa ikut,dengan terpaksa akupun masuk bersama ibu.
Sesampainya didalam,dokter memeriksaku dan berkata kalau saluran pernafasanku sempit maka aku harus masuk ruang UGD untuk dioksigen dan dinebulazer,ibu menyaksikanku menggunakan alat bantu pernafasan,terlihat raut muka kecemasan dimatanya,segera kubalas dengan senyum dan kata kata meyakinkan kalau aku baik baik saja.
Setelah selesai aku segera pulang dan ditengah tengah perjalanan ares bertanya lagi padaku “kamu sebenernya sakit apa ca?”
“menurutmu aku sakit apa res?” dengan senyum aku balas pertanyaannya.
“sakit hati,gak mungkin kayanya hehehe” jawab ares dengan canda.
“Hehe gak mungkin lah,sebenernya aku sakit asma res” jawabku sambil melempar senyum kecil
“Sejak kapan?” tanya ares dengan nada pelan
“Sejak aku masih sekolah aku terkena alergi debu,namun aku tetap acuh pada penyakitku,kuyakinkan kalau aku baik baik saja,namun kemudian ketika aku bekerja aku tidak bisa memungkiri kalau aku terkena gejala asma dan kemudian hari ini dokter memfonisku bahwa aku terkena asma res bukan gejala lagi” mataku mulai berkaca kaca sembari memandangi obat obatan yang masih kupegang
Ares hanya terdiam mendengar ceritaku,dan kemudian dia menyemangatiku sambil berkata “Allah itu adil ca,gak akan ngasih ujian dibatas kemampuan hambanya,kamu termasuk orang istimewa ca,terus semangat”
“Iyah res,makasih untuk semuanya”
Setelah itu Ares selalu ada untukku mengantarkanku kemanapun aku pergi begitupun ibu yang mulai mengizinkanku kemanapun aku suka,ketika penyakitku kambuh dunia rasanya gelap,aku takut pergi sebelum aku menjadi orang baik.
Hari ini kututup mata sembari menikmati sunrise didesa,embun yang menyelimuti daun menetes disela sela jemari,aku sadar betapa baiknya Allah pada hambanya. Semua yang ada didunia ini Allah ciptakan dengan sukarela tanpa meminta sepeserpun pada hambanya,alam yang subur dan yang terpenting oksigen,Allah memberikan oksigen dengan Cuma Cuma namun terkadang kita tidak mensyukurinya.
“Ca,masuk yu udah mulai panas” terdengar suara ibu sembari menepuk pundakku
“Nanti bu,lagi nikmatin sinar matahari” tolakku dengan nada lembut
“yaudah kalau mau disini ibu masuk dulu ya”
Ibupun segera masuk,namun beberapa menit kemudian terdengar ketukan pintu. Ibu segera membukanya.
“Assalamu’alaikum bu” ujar nina sahabat kecilku
“wa’alaikum salam wr.wb,eh nina,pulang kapan nduk?”
“baru aja bu,caca mana?”
Ibu menunjuk keluar teras dan nina pun segera menghampiriku,tanpa berkata terlebih dahulu aku sudah mengetahui kedatangannya,nina memelukku dari belakang.
“Ini pasti nina kan?” Ujarku sembari memutar badan
“iyah kok kamu tau sih” jawab nina heran
“dari kecil kita sahabatan nin,aku masih paham langkahmu,aku masih paham baumu dan aku masih paham getaran persahabatan kita” ujarku sok dramatis
“Ciee si melankolis lagi lagi puitis” ledeknya sembari tertawa
“ca katanya kamu sakit? Please kali ini jangan menghibur diri,kamu sakit asma kan?” tanyanya dengan penuh kecemasan.
Aku hanya mengangguk pelan sembari menebar senyum,namun nina mulai berkaca kaca sembari memegang tanganku.
“nin aku gakpapa,aku malah bersyukur Allah ngasih aku ujian seperti ini” jawabku menenangkam
“Kenapa gitu ca?”
“dengan penyakit ini aku sadar betapa baiknya Allah nin,Dia ngasih kita oksigen dengan gratis,coba bayangkan kalau kita nafas pake tabung oksigen yang ada dirumah sakit gak kebayang berapa kita harus bayar setiap harinya,namun Allah gak seperti itu Dia ngasih kita oksigen dengan gratis dari kita kecil sampe gede” ujarku
Ninapun mengangguk menyetujui perkataanku,saking asiknya berbincang bincang tak terasa matahari sudah tepat diatas kepala dan suara adzan dzuhur sudah berkumandang,ninapun mengajakku sholat dimasjid,tidak biasanya dia seperti itu.namun segera ku turuti permintaannya.
Kamipun bergegas berangkat,sesampainya disana kami bertemu ares yang sedang duduk seperti menunggu seseorang.
“Res udah sholat?” tanyaku
“udah ca,tadi udah jama’ah,kalian telat datengnya” ujar ares
“Yaudah kita sholat dulu res”
Setelah selesai sholat kulihat ares bertemu apoteker,belum sempat kutanyakan dia sudah keburu pergi.
Keesokan harinya aku berniat untuk menanyakan perihal dimasjid namun hingga sore aku belum bertemu ares,ketika aku hendak sholat magrib dimasjid aku bertemu ares dan segera kuhentikan langkahnya.
“Res... Kemarin aku liat kamu ketemu apoteker,kamu kenapa?” tanyaku
“gakpapa ca itu temenku” jawabnya
“siapa? Kok aku gak kenal,kalau temenmu aku taulah kita kan sahabatan dari kecil” tanyaku menegaskan
“Hmmm besok aja ya ca aku ceritain,ketemu ditempat biasa,sekarang sholat dulu”
Akupun mengiyakan dan keesokan harinya kita bertemu.
“ca sebenernya aku juga sakit,malah harus minum obat seumur hidup,iyah aku sakit hati kronis ca,tidak ada yang tau hanya aku dan orang tuaku saja”
Mendengar pengakuan ares aku menunduk dan tidak percaya segera kulontarkan candaan padanya “kalau boong jangan kelewatan res ntar beneran loh,nanti hatinya berubah jadi mejikuhibiniu hehehe”
Dengan senyum kecil ares berkata lagi “aku beneran ra aku gak boong”
“nggak nggak,nggak mungkin,kamu keliatan tenang tenang aja res,gak ada rasa cemas atau khawatir pada mukamu itu” elakku dengan ketidak percayaan
“Ikhlas ca,seperti yang aku pernah bilang kekamu Allah itu adil,jika kita ikhlas pada takdir, Allah juga bakal ngasih kita hadiah nantinya,jika kita dikasih cobaan seharusnya kita bersyukur karna Allah masih memperhatikan kita,yang harus kita cemaskan itu ketika Allah tidak lagi memberi cobaan pada kita,itu artinya Allah sudah tidak perduli lagi pada kita,maka dari itu kita harus ikhlas dan sabar”
Mendengar perkataan ares tanpa sadar pipiku sudah basah,selama ini aku selalu mengeluh dan bertanya kenapa,kenapa dan kenapa aku? Padahal jika mataku terbuka lebar bukan hanya aku yang diberi cobaan banyak yang lebih parah dari aku,selama ini aku lupa seperti apa caranya ikhlas dan seperti apa caranya bersyukur.
Sampai akhirnya Allah memberiku ujian karna Allah mau memberiku pelajaran tentang ikhlas sabar dan syukur,hari ini ares membuka pemikiran serta hatiku.
“Res,ajari aku untuk ikhlas” sembari tersendu sendu aku menundukkan kepalaku dan kemudian menatap langit yang mendung seolah ikut merasakan nuansa batinku,hujanpun turun,aku dan ares masih duduk merenungi arti hidup yang hanya sekali.
“aku kamu dan mereka pasti bisa ikhlas asal selalu ingat bahwa kita hidup hanya sementara dan nantinya bakal kembali pada-Nya juga” ujar ares
Akupun mengangguk dan segera pulang sembari menikmati butir butir air hujan yang membersihkan fikiran serta menumbuhkan senyuman keikhlasan.

Gadingan,02/08/2018

Sabtu, 27 Januari 2018

Man shobaro zafiro

                 
                    MAN SHOBARO ZAFIRO

 Suara adzan subuh sudah terdengar dan nuansa tenang serta sejuk mulai kurasakan.
Namun semua itu membuatku rindu akan sosoknya yang setiap hari membangunkanku untuk shalat berjama’ah.
Namun kini suaranya hanya menjadi kenangan yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.
Sepuluh hari sepeninggal ayah, yang kulihat hanya airmata ibu diatas sajadah, dengan mata yang masih sembab ibu selalu mencoba memberi pemahaman padaku. Beliau berkata bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan kembali pada-NYA karena semuanya sudah memiliki takdir masing-masing yang telah ditulis dilauhul mahfudz.
Aku dan adikkupun mencoba memahami itu, ayah mendahului kami mungkin itu memang jalan takdirnya, kamipun mencoba ikhlas.
“Mbak nisa, ayo berangkat” teriak aisyah memanggilku
Memang kebetulan jarak kampus dan SMA adikku tidak terlalu jauh, dengan menaiki motor peninggalan ayah, kami berduapun berangkat. Sebenarnya aku merasa ibah melihat ibu berjuang sendirian mencari nafkah, sempat berfikir untuk berhenti kuliah namun ibu melarangku, mengingat aku yang baru menginjak semester 2 dengan perjuangan untuk masuk seleksi dan mendapat beasiswa mungkin itu yang membuat ibu kokoh menyuruhku mempertahankan kuliahku.
Hari mulai semakin sore, akupun masih setia menunggu adikku yang sedang latihan ekstrakurikuler.
Pukul lima petang kami segera pulang, sesampainnya dirumah pintu masih terkunci itu menandakan ibu belum pulang. Akupun gelisah dan cemas namun mau berbuat apa ibu tidak memegang telfon akhirnya kuputuskan untuk shalat dan mencarinya dengan berjalan kaki karena motorku sudah tidak ada bensin.  Akupun bergegas keluar namun tangan adikku memegangiku dan berkata “aku ikut mbak” kamipun segera pergi, ditengah tengah perjalanan kami melihat ibu yang nampak letih sembari membawa dagangannya, kamipun segera menghampirinya
“lah kok ada disini ndo?, udah makan sama shalat belum? “ ucap ibu
“Udah bu, tapi belum makan, kami cemas lihat ibu belum pulang”
Sesampainya dirumah ibu memelukku dan aisyah seolah dia tidak akan bisa lagi memeluk kami, tanpa berprasangka negatif, akupun menganggap itu hanya pelukan seperti hari hari biasanya.
Keesokan harinya kami seperti biasa melakukan aktifitas begitupun dengan ibu.
Namun ketika tengah hari ponselku berbunyi dan segera kuangkat, betapa kagetnya aku saat mendengar berita bahwa ibu kecelakaan.
Tanpa fikir panjang akupun segera menuju rumah sakit ,tanpa mengabari adikku sebelumnya karena dia sedang ada ujian.
Sesampainnya dirumah sakit. Tubuhku bergetar melihat ibuku bercucuran darah ditambah lagi tetanggaku mengatakan bahwa ibuku korban tabrak lari.  Dihantui rasa cemas dan takut akupun menuju mushola untuk berkeluh kesah kepada Allah swt.
Hari semakin sore namun ibu masih belum juga sadar, tiba tiba telfonku berbunyi suara adikku “mbak, embak dimana kok belum kesekolahku”
“maaf dek mbak masih ada tugas,hari ini pulang sendiri aja yah naik angkot” terpaksa aku berbohong karena aku tidak ingin membuat adikku panik
“yaudah iyah mbak”
Tiba tiba dokter menepuk pundakku dan mengatakan bahwa nyawa ibu tidak bisa diselamatkan, seketika tubuhku lemas dan jatuh pingsan,selang beberapa menit aku sadar dan menangis sejadi jadinya,bu haji tetanggaku memelukku dan berkata “man shobaro zafiro ndo,siapa yang bersabar pasti akan beruntung. Yang ikhlas yang sabar yang tawakal ingat ada adikmu yang harus kau jaga”
Akupun hanya menganggukkan kepalaku dan berlinangan airmata.
Kamipun segera pulang untuk mengurus proses pemakaman ibu,tiba tiba adikku pulang dan kebingungan melihat ada bendera kuning terpajang digang rumah.
Melihat adikku,akupun segera memeluknya.
“Mbak siapa yang meninggal?” tanyanya dengan penuh kecemasan
“ibu dek”
Mendengar ibu yang meninggal adikku langsung histeris,akupun mencoba menenangkannya dengan airmata yang sudah tidak bisa kubendung.
“Kita gak punya orang tua lagi mbak”ujar adikku dengan nada terisak isak
“tidak apa apa dek,mba janji bakal jaga kamu”
Orang orang yang melihat kami seolah merasakan kepedihan kami,merekapun ikut meneteskan airmata dan ada juga yang menghampiri kami untuk menguatkan.
Seperti saat ayah meninggal aku dan adikku menghantarkan ibu ketempat terakhirnya.
Setelah prosesi pemakaman selesai kamipun segera pulang dengan langkah terbata bata dan airmata yang masih membasahi pipi,sungguh kehilangan orang tua adalah hal yang paling pedih dalam kehidupanku.
Namun aku ingat ucapan bu haji tentang man shobaro zafiro, aku berusaha kuat dengan musibah yang kualami aku yakin Allah tidak pernah menguji kita diatas kemampuan.
Aku mulai berangkat kuliah lagi menjalani aktifitas seperti biasanya begitupun dengan adikku, disela sela jam kosong kuliah aku berkerja berjualan kue untuk biaya sekolah adikku dan biaya makan sehari hari.
“Mbak, aku udah mau lulus nanti aku kerja aja yah biar mbak gak cape biayain aku” ujar adikku
“Tidak perlu dek, mbak aja yang kerja kamu kuliah setidaknya mbak nggak ngerasa direpotin kok mbak malah seneng melihat adik mbak suatu saat bisa pake toga”
Seketika adikku memelukku, dan itu membuat hatiku tersentuh sampai meneteskan airmata.
Hari ini kuputuskan untuk mengorbankan kuliahku untuk fokus bekerja membiayai kuliah adikku dan biaya makan sehari hari.
Berat memang meninggalkan kampus tapi ini demi masa depan adikku kukorbankan karna aku merasa ada tanggung jawab sebagai orang tua pengganti baginya. Dan aku ingat betul kata ayah bahwa ilmu bisa dicari dimana saja yang terpenting engkau tetap ada dijalan Gusti Allah.
“mbak, kenapa mbak berhenti kuliah?  Mbak nglarang aku kerja tapi mbak sendiri berhenti kuliah” ujar adikku marah
“dengerin mbak, mbak janjikan bakal jaga kamu dan bertanggung jawab akan pendidikanmu. Mbak gakpapa berhenti kuliah tapi kamu jangan, kamu wujudin mimpi mba biar bisa pake toga dan bisa bikin bangga ibu sama ayah”
Adikkupun mengangguk sembari memelukku “Aisyah janji bakal rajin belajar biar mimpi mba terwujud” kamipun berpelukan dan kemudian shalat berjama’ah.
Hari, bulan tahun semakin berlalu kini tiba dimana adikku berhasil menyelesaikan pendidikannya.
Ditemani buhaji aku pergi untuk menghadiri wisuda adikku, sesampainya disana aku dibuat bangga oleh adikku, selain mendapat nilai memuaskan ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat dia memakai toga, inilah hasil man shobaro zafiro dan aku yakin ibu dan ayah ikut berbahagia disurga sana.

Senai, 27 januari 2018

Jumat, 01 Desember 2017

Cinta Dalam Diam

             
                        CINTA DALAM DIAM
Tentangmu yang sering kusebut dalam bait bait do'a,yang sampai sekarang masih menjadi rahasia dilauhul mahfudz,aku masih disini memperbaiki diri agar pantas menjadi istri seperti khodijah dan Aisyah.
Walau terkadang wajah wajah sinis menatapku,mereka berargumen sesuka hati mereka karena mungkin mereka mengiraku aneh sebab aku berada dilingkungan yang mungkin jauh darikata religius tapi tak mengapa justru itu menjadi tantangan seperti apa aku patuh terhadap Tuhan.
Namaku zahra aku baru lulus Madrasah Aliyah menjadi seorang santri adalah salah satu mimpiku walau sempat ditentang ibu namun aku berhasil menunjukan kalau aku bisa,kala itu aku hanya bermodal nawaitu dan sampai akhirnya aku bertemu orang baik yang mau mengajarkanku tanpa pamrih sedikitpun dialah bu ustadzah yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.
Hari ini kudatangi salah satu perguruan tinggi di jogja,dengan bekal nawaitu dan do'a orang tua aku mengikuti seleksi,sampai akhirnya aku diterima.
"Zahra...! " teriak dinda memanggilku
"Kenapa din?"
"Mau keperpus yah? "
"Iyah din"
"Yaudah bareng yuk"
Aku dan dindapun pergi keperpustakaan.
"Baca apa sih serius amat,love story yah? " ledek dinda
"Yaelah din, gak kok orang lagi baca biologi"
"Love story juga gakpapa kali ra"ledek dinda lagi
"Hmmm apaan sih dinda, eh aku kesana dulu yah mau nyari buku aqidah"
Sedang kupilih buku dirak rak perpustakaan ada tangan yang sama yang mengambil buku yang kupilih, akupun sontak kaget segera kuturunkan tanganku.
"Eh maaf maaf ambil lah" ujarku
"Tidak apa ambillah biar aku cari yang lain" suara seorang lelaki yang kudengar
Tanpa menatap wajahnya aku mengambil buku dan pergi sembari mengucap terimakasih.
Hari terus berganti tanpa disadari aku sudah semester 3,waktu liburpun telah tiba ingin rasanya pulang tapi masih ada pekerjaan yang harus ku kerjakan disini,karena jika ada waktu luang aku harus bekerja agar bisa membantu ayah dan ibu dan juga membantu pendidikanku.
Namun tiba tiba telfonku berbunyi, kudengar isak tangis ibu yang menyuruhku pulang kalau ayah kecelakaan dan meninggal, rasanya kakiku seperti pincang sampai aku terjatuh musibah yang Allah berikan kali ini sungguh membuatku hampir putus asa.
Tanpa pikir panjang aku segera pulang, sesampainya dirumah ibu memelukku, aku menangis sejadi jadinya.
"Katakan kalau ini hanya mimpi bu" ucapku sembari menangis
Ibuku hanya memelukku tanpa berkata apapun
"Kenapa Allah tidak adil bu,aku selalu mentaati perintah-Nya tapi kenapa Allah ngambil ayah" Ujarku mulai putus asa
"Astagfirullah nak, istigfar Allah sayang sama Ayah mangkannya Allah ambil ayah,kamu sendirikan yang sering bilang ke ibu,disetiap musibah pasti suatu saat akan ada anugrah, istigfar nak"
"Astagfirullah'al adzim maafkan aku bu, maafkan aku ya Allah"
Aku mencoba ikhlas atas kepergian ayah, dan segera kulanjutkan program sarjanaku karna itu sebagian mimpi ayah padaku.
Sepuluh hari kepergian ayah aku segera kembali ke jogja karna liburanku sudah berakhir berat rasanya meninggalkan ibu tapi justru ibu malah menguatkanku.
Sesampainya dijogja dinda memelukku, dan pelukan dinda membuatku terharu dan menangis kembali.
"Yang sabar ya ra"ucap dinda
"Iyah din makasih yah"
"Oh iyah kamu dicariin kak rizki tadi"
"Kak rizki siapa din?  Aku gak tau" ujarku
"Itu loh yang pernah ketemu diperpus, kayanya dia suka sama kamu"
"Apaan sih din, sekalipun dia suka biar aja lah"jawabku cuek
Segera kutinggalkan dinda, tepat adzan dzuhur berbunyi aku segera kemushola, setibanya disana sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi aku segera bergabung untuk shalat berjamaah.
Ketika shalat telah selesai hatiku bertanya tanya, siapa yang menjadi imam tadi, bacaan shalatnya sungguh indah. Namun segera kutepis dengan istigfar,segera kukemas mukenahku dan meninggalkan mushola, sembari memakai sepatu tanpa sengaja aku menengok kebelakang dan melihat imam tadi setelah dia menatapku balik, aku segera pergi.
Diumurku yang sudah kepala dua aku belum pernah dekat dengan lelaki karna sedari kecil ayahku menyekolahkanku dipesantren,sempat berfikir pengen kaya remaja remaja seusiaku pacaran main kesana kemari namun aku sadar mencintai Allah lebih indah dari hal hal itu, iyah seperti itu yang ayah katakan padaku.
"Woy..! " ujar dinda mengagetkanku
"Dinda ngagetin aja"
"Habis ngelamun sih, dimushola ketemu pangeran yah"ledek dinda
"Ih nggak nggak kebiasaan deh" jawabku gugup
"Ra kenapa sih kamu takut banget jatuh cinta liat cowo aja udah kaya liat setan"
"Bukannya gitu din aku juga pengen pacaran tapi nanti setelah nikah biar berkah" jawabku membuat dinda termenung
"Udah yuk masuk nanti telat"ajakku
Akupun masuk kelas, setelah mata kuliah habis akupun pergi keperpus dan kebetulan aku bertemu lagi dengan imam dimushola tadi.
"Hayo ketahuan ngliatin siapa tuh"teriak dinda
"Ih jangan berisik nanti dimarahin, lagian aku gak ngliatin siapa siapa ko"
"Ngliatin kak rizki ya"ledek dinda
Kutatap mata dinda, dalam benakku dia rizki, dia yang nyariin aku,berarti dia juga yang waktu itu diperpus. SubhanAllah.
"Zahra! Nglamun lagi kan"ujar dinda
Akupun mengajak dinda pergi,entah kenapa dengan hatiku setiap bertemu lelaki itu jantungku berdebar tidak seperti biasanya jikalaupun ini cinta cukup aku dan Tuhan saja yang tau, biarkan kisah cintaku seperti ali dan fatimah iyah cinta dalam diam.
Kujalani hari hariku seperti biasanya kuliah kerja sampai tanpa disadari waktu begitu cepat berlalu toga yang kuidamkan bisa kukenakan, airmata haru diwajah ibu turut mengiringi kelulusanku.
"Nak kamu sudah dewasa apa kamu belum ada niatan buat menikah? " tanya ibu
"Niat selalu ada bu tapi jodoh masih on the way" jawabku membuyarkan suasana, ibupun tertawa sembari mencium keningku.
Hari ini aku pulang kekampungku meninggalkan jogja dan juga cinta yang masih rapih dalam kebungkaman, aku yakin Allah selalu punya jalan untuk mempertemukan.
Hari terus berganti,kini tugasku mengamalkan ilmuku agar dapat berfaedah,kuubah kampungku yang dulu jauh dari religius sekarang kuperkenalkan agamaku agama kita agama Islam,dan kutegaskan juga betapa pentingnya pendidikan. Secerdas apapun seseorang jika ia hanya berijazah sekolah dasar tetap saja dia diremehkan.
Ketika aku sedang mengajar tiba tiba sosok lelaki datang.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam wr. Wb" jawabku
"Zahra..! " terdengar suara dinda dari belakang laki2 itu, iyah memang itu dinda dan dia memelukku, pertemuan pertama setelah kita wisuda, dan aku baru sadar bahwa lelaki yang datang bersama dinda adalah kak rizki.
"Kamu tau dari mana aku disini din? "
"Dari ibumu ra, tadi aku kerumahmu dulu"jawab dinda
"Apa kabar ra? "Tanya kak rizki
"Alhamdulillah baik ka"jawabku singkat sembari menundukkan pandanganku
Aku tidak tau apa kak rizki juga mencintaiku atau tidak,dari dulu diapun tidak pernah mengatakan itu.
Jam ngajarpun selesai aku mengajak dinda dan kak rizki pulang kerumah.
Sesampainnya dirumah aku kaget sudah ada orang tua kak rizki yang sedang berbincang dengan ibu.
"Assalamu'alaikum bu"
"Wa'alaikum salam nak sini duduk" jawab ibu
Wajahku bingung aku menatap dinda, dinda hanya tersenyum kepadaku.
"Kamu bingung ya ra,langsung aja aku kesini buat ngelamar kamu perihal kamu nerima atau nolak itu terserah kamu aku ikhlas"ujar ka rizki
"Apa kamu yakin denganku"tanyaku
"Sangat yakin ra,kalau tidak kenapa aku bela belain dari jogja kesini" jawab kak rizki
Kutatap wajah ibu dan ibu tersenyum padaku.
"Bismillah,aku bersedia ka" jawabku
Raut muka lega terlihat pada semua orang disitu.
Selang beberapa minggu kami menikah dan rupanya ka rizki juga diam diam meyukaiku.
Kisah cinta kami memang seperti ali dan fatimah. Dan itu sangat indah.

Senai,2 Desember 2017

Sabtu, 28 Oktober 2017

BROKEN HOME

Rintik hujan membasahi tubuhku disepanjang perjalanan, entah akan kemana kulangkahkan kakiku. Tubuhku bergetar setelah kusaksikan pertengkaran orang tuaku, hatiku seperti tidak pada tempatnya. Aku takut akan sebuah perpisahan air hujan menjadi saksi kepedihanku malam itu.
Tiba tiba sebuah payung melindungi tubuhku, segera kuangkat wajahku dan kulihat wajah yang menebar senyum kecil mulai mengangkat pundakku untuk berdiri.
"Maafkan ayah" Suara lirih terdengar ditelingaku.
Airmata yang tidak bisa kubendung sedari tadi kini semakin deras.
"Jangan pergi yah, intan butuh ayah" isakku
"Ibu dan ayah sudah tidak bisa bersama lagi nak, tapi intan tenang saja. Kasih sayang ibu dan ayah masih sama seperti dulu. "
Aku segera bangkit, mungkin ini sudah masuk dalam bagian takdirku, yang harus aku lakukan sekarang hanya menerima dan mensyukuri.
Satu bulan telah berlalu, ayah sangat jauh dari penglihatanku, bahkan satu minggu sekalipun dia tidak menemuiku.
Dan dihari pentingku beliau juga tidak hadir, iyah hari ini adalah hari kelulusanku dari sekolah menengah pertama.
Kadang aku iri melihat sahabatku bersama orang tuannya, sedangkan aku hanya sendirian.
Orang tuaku sama sekali tidak ikut andil dalam pendidikanku.
Dan hari ini aku mulai belajar mandiri dari daftar disekolah sampai masalah administrasi aku harus menyicil dengan usahaku sendiri dari bekerja dipasar membantu nenek. Perpisahan mereka benar benar membuatku kesepian namun aku bersyukur Allah mengirimkan malaikat tanpa sayap. Dia adalah nenekku. Sejak ibuku menikah lagi aku tinggal bersama nenekku, walau sebenarnya aku sangat ingin tinggal dengan ayah. Namun seling beberapa bulan ayahpun menikah lagi.
Mereka bahagia bersama keluarga barunya. Bahkan mereka lupa ada satu anak yang setiap saat menunggu digerbang sekolah untuk dijemput pulang seperti teman temannya.
"Intan kok belum pulang sih? " tanya mira sahabatku
"Iyah ra bentar lagi, kamu duluan aja"
Hari semakin sore, aku masih dengan hayalanki sampai rehan datang membuyarkan lamunanku
"Woy..!! Ini udah sore kok belum pulang sih? "
"Oh kamu, ngagetin aja, nunggu jemputan" jawabku ketus
"Siapa yang mau jemput tan, tumben"
Pertanyaan rehan membuatku tertunduk sadar, siapa yang aku tunggu, sekalipun aku tidak pulang tidak akan ada yang mencariku, yang ada aku hanya akan membuat nenek khawatir.
"Eh eh kok galau, kenapa tan?  Yaudah mending pulang bareng aku aja yuk"
Akhirnya akupun pulang bersama rehan
"Eh tan mampir rumahku dulu ya"
"Mau ngapain han? "
"Pamit sama ibu kan aku mau nganterin kamu, tau sendiri rumahmu jauh harus nglewatin benua sama samudra dulu, hahaha"
"Apaan sih lebay deh"
Sesampainya dirumah rehan, aku bertemu ibunya dan ibunya sangat baik padaku.
"Han kamu beruntung yah punya orang tua kaya mereka"
"Jelas tan bersyukur banget"
Mulutku diam seribu bahasa, dalam benakku selalu ada kata andai, andai...
"Udah sampe tan"
Ucap rehan mengagetkanku
"Oh udah sampe yah, makasih han"
"Ok sama sama tan, aku balik dulu yah"
"Iyah hati hati yah"
Akupun segera masuk kerumah, nenekku sudah menanti dengan penuh kecemasan
"Kenapa jam segini baru pulang ndo? "
"Maaf nek tadi gak ada angkot" alasanku
Jika ada orang yang dikirim tuhan sebagai malaikat pelindung bagiku, maka ialah wujudnya, iyah nenekku.
Orang yang selalu mengkhawatirkanku, dan menyayangiku seperti anaknya sendiri.
Semakin bulan aku semakin terbiasa tanpa orang tua. Bahkan aku lupa seperti apa kasih sayang dari orang tua. Namun aku tau suatu saat mereka akan mencariku dan merindukanku.
Sempat hampir aku putus sekolah lantaran biaya namun sekali lagi Allah membantuku, aku mendapat beasiswa sampai kelas 3.
Aku ingin menunjukkan kesemua orang bahwa tidak semua anak broken home identik dengan hal hal negatif, anak broken home juga pantas berprestasi.
Hari ini ayah menemuiku, beliau mengajakku jalan jalan. Saat itu aku yakin janji Allah tidak pernah salah ,Ia akan mengembalikkan kebahagiaan hambanya meski tidak utuh seperti dulu.
"Ayah bangga nak, gak kerasa kamu udah kelas 3,maafkan ayah yang jarang menghubungimu" ucap ayah sembari mengelus kepalaku seperti yang ia lakukan sewaktu aku kecil.
Aku tidak bisa berkata apa apa untuk membalas ucapan ayah. Aku hanya bisa menebar senyum kecil dibibirku.
Setelah pertemuan otu ayah pergi dan tidak mendatangiku lagi begitupun dengan ibu.
Dua istana yang pernah mereka janjikan tidak bisa kudapatkan keduanya, aku tetap pada kegelapan, kesunyian dan imajinasi yang menembus khayalan.
Aku hanya ingin seperti bunga dandelion, terhempas dari satu tempat dan terbang mencari tempat lain untuk hidup bahagia.
Setelah lulus sekolah, aku memutuskan untuk bekerja keluar negeri sembari memperbaiki diri menjadi ibnu batutah sembari menunggu dikhitbah.
Meski berat meninggalkan nenek, namun beliau menguatkanku bahwa semua akan baik baik saja
"Pergilah ndo, kejar mimpimu"
Ucapan nenek padaku yang masih kuingat sampai detik ini.
Segala proses sudah selesai, akhirnya akupun tiba dinegara tetangga.
Hari demi hari kupendam rasa rinsu yang menjalar,kadang air mata keluar tidak beraturan namun kulewati itu semua dengan drama bahagia disetiap langkah.
Sepulang kerja telfonku berbunyi ternyata dari ibuku, seperti yang pernah kubilang suatu saat mereka akan mencariku walaupun yang kurasa kasih sayang yang diberikan itu berpamrih. Namun tidak mengapa selagi aku bisa akan kuberikan apa yang bisa kuberikan.
Suatu ketika saat aku sedang bekerja ada lelaki tua membantuku
"Tidak usah pak biar aku saja,bapak duduklah lagi" aku merasa iba melihat tubuh yang audah rwnta bekerja padahal dia tadi duduk,melihat aku bekerja dia membantuku,dan bapak itu berkata "saya diaini bekerja untuj biaya sekolah anak saya,agar uang yang saya berikan halal maka saya harus bekerja nak"
Mendengar perkataan itu mataku berkaca kaca,dalam benakku aku ingat andai ayahku seperti beliau.
"Kenapa nak?" tanya bapak itu
"Oh gakpapa pak,saya terharu aja"
Hari berganti hari tak terasa kontrakku akan segera habis ada niat untuk menambah kontrak namun aku ingat pada nenek yang sendirian dikampung.
Tiba tiba telfonku berdering
"Hallo Asaalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam, ada apa bu? "
"Nenekmu mau bicara tan"
"Kenapa nek? "
"Pulanglah ndo nenek kangen"
"Minggu depan intan pulang nek"
Kuputuskan untuk segera pulang, betapa twrkejutnya aku ketika sampai dibandara ada rehan yang menyambutku.
"Assalamu'alaikum bos" tuturnya meledek
"Wih dua tahun ngilang sekarang tiba tiba nongol dihadapan"
"Apa kabar tan? "
"Baik han, sukses ya sekarang"
"Eh masih gini aja kok"
"Masa sih, udah punya usaha bakso, udah jadi bos sekarang yah" ledekku
"Bentar bentar tau dari mana? "
"Nenek yang ngasih tau aku"
"Sudah sudah ayo ngobrolnya dirumah aja" ujar nenek
Sesampainya dirumah, sudah ada orang tua rehan, akupun bingung ada apa.
Lalu rehan memandangku
"Tan, kita udah kenal lama, aku pernah bilang kekamu bahwa aku tidak akan ngajak kamu pacaran namun hari ini akan aku ajak kamu kepelaminan, dihadapan orang tuaku dan orang tuamu mau kah kamu menjadi istriku"
Kutengok kebelakang ayah dan ibu tersenyum menghampiriku
"Sekarang saatnya kamu bahagia nak, maafkan ibu dan ayah selama ini jarang memberikan kasih sayang,namun yang harus kamu tau do'a kami tetap bersamamu nak" ayah dan ibu memelukku
"Intan juga selalu berdo'a sama Allah agar moment ini segera tiba,dan hari ini Allah mengijabah do'a2 intan"ujarku terharu
"Rehan jika kamu mencintaiku jangan bawa aku pergi dari rumah ini, karena aku ingin menjaga dan merawat nenek"
Rehanpun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Sejak saat itu aku merasakan kebahagiaan yang utuh dan ini lebih bahagia dari sekedar mendapatselembar ijazah SMA.
Senai, 28 oktober 2017
By : Ruesihdharmaayu