MAN SHOBARO ZAFIRO
Suara adzan subuh sudah terdengar dan nuansa tenang serta sejuk mulai kurasakan.
Namun semua itu membuatku rindu akan sosoknya yang setiap hari membangunkanku untuk shalat berjama’ah.
Namun kini suaranya hanya menjadi kenangan yang tidak akan kulupakan seumur hidupku.
Sepuluh hari sepeninggal ayah, yang kulihat hanya airmata ibu diatas sajadah, dengan mata yang masih sembab ibu selalu mencoba memberi pemahaman padaku. Beliau berkata bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan kembali pada-NYA karena semuanya sudah memiliki takdir masing-masing yang telah ditulis dilauhul mahfudz.
Aku dan adikkupun mencoba memahami itu, ayah mendahului kami mungkin itu memang jalan takdirnya, kamipun mencoba ikhlas.
“Mbak nisa, ayo berangkat” teriak aisyah memanggilku
Memang kebetulan jarak kampus dan SMA adikku tidak terlalu jauh, dengan menaiki motor peninggalan ayah, kami berduapun berangkat. Sebenarnya aku merasa ibah melihat ibu berjuang sendirian mencari nafkah, sempat berfikir untuk berhenti kuliah namun ibu melarangku, mengingat aku yang baru menginjak semester 2 dengan perjuangan untuk masuk seleksi dan mendapat beasiswa mungkin itu yang membuat ibu kokoh menyuruhku mempertahankan kuliahku.
Hari mulai semakin sore, akupun masih setia menunggu adikku yang sedang latihan ekstrakurikuler.
Pukul lima petang kami segera pulang, sesampainnya dirumah pintu masih terkunci itu menandakan ibu belum pulang. Akupun gelisah dan cemas namun mau berbuat apa ibu tidak memegang telfon akhirnya kuputuskan untuk shalat dan mencarinya dengan berjalan kaki karena motorku sudah tidak ada bensin. Akupun bergegas keluar namun tangan adikku memegangiku dan berkata “aku ikut mbak” kamipun segera pergi, ditengah tengah perjalanan kami melihat ibu yang nampak letih sembari membawa dagangannya, kamipun segera menghampirinya
“lah kok ada disini ndo?, udah makan sama shalat belum? “ ucap ibu
“Udah bu, tapi belum makan, kami cemas lihat ibu belum pulang”
Sesampainya dirumah ibu memelukku dan aisyah seolah dia tidak akan bisa lagi memeluk kami, tanpa berprasangka negatif, akupun menganggap itu hanya pelukan seperti hari hari biasanya.
Keesokan harinya kami seperti biasa melakukan aktifitas begitupun dengan ibu.
Namun ketika tengah hari ponselku berbunyi dan segera kuangkat, betapa kagetnya aku saat mendengar berita bahwa ibu kecelakaan.
Tanpa fikir panjang akupun segera menuju rumah sakit ,tanpa mengabari adikku sebelumnya karena dia sedang ada ujian.
Sesampainnya dirumah sakit. Tubuhku bergetar melihat ibuku bercucuran darah ditambah lagi tetanggaku mengatakan bahwa ibuku korban tabrak lari. Dihantui rasa cemas dan takut akupun menuju mushola untuk berkeluh kesah kepada Allah swt.
Hari semakin sore namun ibu masih belum juga sadar, tiba tiba telfonku berbunyi suara adikku “mbak, embak dimana kok belum kesekolahku”
“maaf dek mbak masih ada tugas,hari ini pulang sendiri aja yah naik angkot” terpaksa aku berbohong karena aku tidak ingin membuat adikku panik
“yaudah iyah mbak”
Tiba tiba dokter menepuk pundakku dan mengatakan bahwa nyawa ibu tidak bisa diselamatkan, seketika tubuhku lemas dan jatuh pingsan,selang beberapa menit aku sadar dan menangis sejadi jadinya,bu haji tetanggaku memelukku dan berkata “man shobaro zafiro ndo,siapa yang bersabar pasti akan beruntung. Yang ikhlas yang sabar yang tawakal ingat ada adikmu yang harus kau jaga”
Akupun hanya menganggukkan kepalaku dan berlinangan airmata.
Kamipun segera pulang untuk mengurus proses pemakaman ibu,tiba tiba adikku pulang dan kebingungan melihat ada bendera kuning terpajang digang rumah.
Melihat adikku,akupun segera memeluknya.
“Mbak siapa yang meninggal?” tanyanya dengan penuh kecemasan
“ibu dek”
Mendengar ibu yang meninggal adikku langsung histeris,akupun mencoba menenangkannya dengan airmata yang sudah tidak bisa kubendung.
“Kita gak punya orang tua lagi mbak”ujar adikku dengan nada terisak isak
“tidak apa apa dek,mba janji bakal jaga kamu”
Orang orang yang melihat kami seolah merasakan kepedihan kami,merekapun ikut meneteskan airmata dan ada juga yang menghampiri kami untuk menguatkan.
Seperti saat ayah meninggal aku dan adikku menghantarkan ibu ketempat terakhirnya.
Setelah prosesi pemakaman selesai kamipun segera pulang dengan langkah terbata bata dan airmata yang masih membasahi pipi,sungguh kehilangan orang tua adalah hal yang paling pedih dalam kehidupanku.
Namun aku ingat ucapan bu haji tentang man shobaro zafiro, aku berusaha kuat dengan musibah yang kualami aku yakin Allah tidak pernah menguji kita diatas kemampuan.
Aku mulai berangkat kuliah lagi menjalani aktifitas seperti biasanya begitupun dengan adikku, disela sela jam kosong kuliah aku berkerja berjualan kue untuk biaya sekolah adikku dan biaya makan sehari hari.
“Mbak, aku udah mau lulus nanti aku kerja aja yah biar mbak gak cape biayain aku” ujar adikku
“Tidak perlu dek, mbak aja yang kerja kamu kuliah setidaknya mbak nggak ngerasa direpotin kok mbak malah seneng melihat adik mbak suatu saat bisa pake toga”
Seketika adikku memelukku, dan itu membuat hatiku tersentuh sampai meneteskan airmata.
Hari ini kuputuskan untuk mengorbankan kuliahku untuk fokus bekerja membiayai kuliah adikku dan biaya makan sehari hari.
Berat memang meninggalkan kampus tapi ini demi masa depan adikku kukorbankan karna aku merasa ada tanggung jawab sebagai orang tua pengganti baginya. Dan aku ingat betul kata ayah bahwa ilmu bisa dicari dimana saja yang terpenting engkau tetap ada dijalan Gusti Allah.
“mbak, kenapa mbak berhenti kuliah? Mbak nglarang aku kerja tapi mbak sendiri berhenti kuliah” ujar adikku marah
“dengerin mbak, mbak janjikan bakal jaga kamu dan bertanggung jawab akan pendidikanmu. Mbak gakpapa berhenti kuliah tapi kamu jangan, kamu wujudin mimpi mba biar bisa pake toga dan bisa bikin bangga ibu sama ayah”
Adikkupun mengangguk sembari memelukku “Aisyah janji bakal rajin belajar biar mimpi mba terwujud” kamipun berpelukan dan kemudian shalat berjama’ah.
Hari, bulan tahun semakin berlalu kini tiba dimana adikku berhasil menyelesaikan pendidikannya.
Ditemani buhaji aku pergi untuk menghadiri wisuda adikku, sesampainya disana aku dibuat bangga oleh adikku, selain mendapat nilai memuaskan ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat dia memakai toga, inilah hasil man shobaro zafiro dan aku yakin ibu dan ayah ikut berbahagia disurga sana.
Senai, 27 januari 2018
